1. Emitor bersama (common-emitter)
Rangkaian
emitter bersama (common-emitter) adalah rangkaian BJT yang menggunakan
terminal emitor sebagai terminal bersama yang terhubung ke sinyal sasis
(ground), sedangkan terminal masukan dan keluarannya terletak
masing-masing pada terminal basis dan terminal kolektor.
Rangkaian
penguat common-emitter adalah yang paling banyak digunakan karena
memiliki sifat menguatkan tegangan puncak amplitudo dari sinyal masukan.
Faktor penguatan dari transistor dilambangkan dengan simbol beta (β).
Gambar dari rangkaian dasar common-emitter adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Rangkaian dasar common-emitter
C1 dan C2
adalah kapasitor kopling yang menentukan dalam analisis DC dan AC,
karena berfungsi sebagai hubungan singkat (short circuit) atau hubungan
terbuka (open circuit). Besarnya penguatan ditentukan oleh hambatan
basis RB dan hambatan kolektor RC, yang akan dijelaskan kemudian.
Rangkaian common-emitter dapat dibagi menjadi rangkaian fixed bias, voltage divider bias dan emitter bias.
a. Rangkaian common-emitter fixed bias
Rangkaian
fixed bias adalah rangkaian yang paling sederhana dalam rangkaian
common-emitter, yang mana hanya terdiri dari hambatan basis dan hambatan
kolektor saja, seperti tergambar pada Gambar 1.
Pada
analisis AC, semua kapasitor kopling, Vcc, dan sumber DC lainnya
dianggap sebagai suatu hubung singkat (short-circuit), sehingga
rangkaian pada Gambar 1 menjadi seperti gambar berikut ini:
Gambar 2. Rangkaian yang akan dianalisis
Dari gambar di atas dapat ditentukan besarnya impedansi masukan (Zi) dan impedansi keluaran (Zo),
dengan menggunakan suatu model yang dapat menggantikan transistor
menjadi sumber-sumber dan hambatan-hambatan. Model yang umum digunakan
adalah model hybrid-π, dengan mengacu kepada arus kolektor (IC) sebagai dasar untuk menentukan transkonduktansi (gm) dari transistor.
Dengan
terlebih dahulu menerapkan analisis DC di mana semua kapasitor dianggap
sebagai suatu hubung terbuka, dapat ditentukan arus basis IB, arus emitor IE dan arus kolektor IC sebagai berikut:
Setelah arus basis IB, arus emitor IE dan arus kolektor IC ditentukan, maka selanjutnya dapat digambarkan rangkaian pengganti untuk transistor dalam mode arus AC sebagai berikut:
Gambar 3. Model hybrid-π dari gambar 2
Model di atas menggambarkan hubungan basis dengan emitor sebagai sebuah hambatan rπ,
dan hubungan antara kolektor dengan emitor digambarkan sebagai sebuah
sumber arus terkendali tegangan (voltage controlled current source,
VCCS) yang besarnya diatur oleh perkalian nilai transkonduktansi (gm) dengan nilai tegangan dari hambatan basis-emitor (vπ). Pada kolektor juga terdapat suatu faktor hambatan ro yang mempengaruhi besarnya impedansi output, yang besarnya bervariasi tergantung kepada jenis transistor.
Besarnya transkonduktansi (gm) dapat dihitung sebagai berikut:
Nilai k adalah konstanta bahan transistor, T adalah suhu ruangan (dalam satuan kelvin, K) dan q adalah massa satu elektron (1,62.1023 C). Pada keadaan ideal (suhu ruangan), nilai kT/q adalah 25 mV.
Nilai dari hambatan basis-emitor, rπ, dapat dihitung sebagai berikut:
Setelah
ditentukan faktor transkonduktansi dan besarnya hambatan dalam
basis-emitor, maka dengan mengacu pada gambar 3 dapat ditentukan
besarnya impedansi masukan (Zi) dan impedansi kelu (Zo) sebagai berikut:
Untuk ro sangat besar maka Zo dapat disederhanakan menjadi:
Faktor penguatan tegangan (AV) adalah besarnya penguatan tegangan dari terminal keluaran (Vo) terhadap tegangan dari terminal masukan (Vi) yang dirumuskan sebagai berikut:
Hubungan antara Vi dan Vo dengan gm dirumuskan sebagai berikut:
dan
Substitusikan Vo pada persamaan Av, maka diperoleh hubungan antara Av dengan gm sebagai berikut:
Jika nilai ro sangat besar , maka persamaan penguatan tegangan di atas dapat disederhanakan menjadi:
Nilai dari faktor penguatan arus (Ai) diperoleh dari besarnya Av, yang dirumuskan sebagai berikut:
Jika nilai ro sangat besar , maka persamaan penguatan arus di atas dapat disederhanakan menjadi:
yuhuu, bermanfaat sekali
BalasHapuslampu servis hp