Sabtu, 28 November 2015

MENGENAL KOMPONEN ELEKTRONIKA (2)

 Induktor.

Induktor  adalah  komponen  listrik  yang  digunakan  sebagai beban induktif. Simbol induktor seperti pada gambar di bawah ini :
Kapasitas  induktor  dinyatakan  dalam  satuan  H (Henry) = 1000mH (mili  Henry).  Kapasitas  induktor  diberi  lambang  L, sedangkan reaktansi induktif diberi lambang XL. Untuk menentukan ggl induksi dari suatu kumparan dapat ditentukan persamaan sbb:
                     ε = -L . dI/ dt
                     dimana:  ε = ggl induksi (V)
                                    dI/ dt = kecepatan perubahan arus (A/s)
                     XL = ω L = 2π.f.L
                     Dimana: f = frekuensi (Hz)
                                    L = kapasitas inductor (H)

2.1  Transformator
Transformator atau trafo adalah alat yang digunakan untuk mengubah tegangan bolak balik dari tegangan tertentu ke tgangan yang kita kehendaki. Pada transformator mengalir tegangan primer (Vp) dan sekunder (Vs) melalui banyaknya lilitan primer (Np)dan sekunder (Ns), yang dapat dituliskan dalam persamaan sbb:
                     Vs . Np = Vp . Ns
Pada kenyataanya, trafo selalu mengalami kebocoran yakni energi yang masuk lebih besar darpada energi yang keluar. Sehingga nilai efisiensi (η) trafo dirumuskan sbb:
                     η = Vs. Is  x 100 %
                           Vp. Ip
Pada transformator mengalir tegangan primer (Vp) dan sekunder (Vs) melalui banyaknya kuat arus primer (Ip)dan sekunder (Is), yang dapat dituliskan dalam persamaan sbb:
                     Vs. Is = Vp. Ip
Pada transformator mengalir kuat arus primer (Ip) dan sekunder (Is) melalui banyaknya lilitan primer (Np)dan sekunder (Ns), yang dapat dituliskan dalam persamaan sbb:
                     Is. Ns = Ip. Np
2.1  Transistor
Transistor merupakan peralatan yang mempunyai 3 lapis N-P-N atau      P-N-P. Dalam rentang operasi, arus kolektor IC merupakan fungsi  dari  arus  basis  IB.  Perubahan  pada  arus  basis  IB memberikan  perubahan  yang  diperkuat  pada  arus  kolektor untuk    tegangan    emitor-kolektor    VCE    yang    diberikan. Perbandingan kedua arus ini dalam orde 15 sampai 100.

Simbol  untuk  transistor  dapat  dilihat  pada  gambar berikut  ini.  
Salah satu cara pemberian tegangan kerja dari transistor dapat dilakukan seperti pada Gambar di bawah ini. Jika digunakan untuk jenis NPN, maka tegangan Vcc-nya positif, sedangkan untuk jenis PNP tegangannya negatif.
Arus Ib (misalnya Ib1) yang diberikan dengan mengatur Vb akan memberikan titik kerja pada transistor. Pada saat itu transistor akan menghasilkan arus collector (Ic) sebesar Ic dan tegangan Vce sebesar Vce1.   Titik Q (titik kerja transistor) dapat diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
Persamaan garis beban = Y = Vce = Vcc - Ic   x   RL

Jadi untuk    Ic = 0,   maka   Vce = Vcc   dan

untuk   Vce = 0, maka diperoleh   Ic = Vcc/RL
Apabila  harga-harga  untuk  Ic  dan  Ice    sudah  diperoleh, maka  dengan  menggunakan  karakteristik  transistor  yang bersangkutan, akan diperoleh titik kerja transistor atau titik Q.
 Pada  umumnya  transistor  berfungsi  sebagai  suatu  switching (kontak on-off). Adapun kerja transistor yang berfungsi sebagai switching ini,  selalu  berada pada  daerah  jenuh (saturasi) dan daerah cut off (bagian yang diarsir pada Gambar 21).  Transistor dapat  bekerja  pada  daerah  jenuh  dan  daerah  cut  off-nya, dengan cara melakukan pengaturan tegangan Vb dan rangkaian pada  basisnya (tahanan Rb) dan juga tahanan bebannya (RL). Untuk  mendapatkan  on-off  yang  bergantian  dengan  periode tertentu, dapat dilakukan dengan memberikan tegangan Vb yang berupa pulsa, seperti pada Gambar berikut.
Apabila  Vb  =  0,  maka  transistor  off (cut  off),  sedangkan apabila  Vb=V1  dan  dengan  mengatur  Rb  dan  R1  sedemikian rupa, sehingga menghasilkan arus Ib yang akan menyebabkan transistor dalam keadaan jenuh. Pada keadaan ini Vce adalah kira-kira sama dengan nol (Vsat = 0.2 volt).
Pada kondisi Vb = 0, harga Ic = 0, dan berdasarkan persamaan loop :
Vcc+ IcR1 + Vce= 0, dihasilkan Vce= +Vcc
Pada kondisi Vb = V1, harga Vce= 0 dan Iv = I saturasi untuk mendapatkan arus Ic, (I saturasi) yang cukup besar pada rangkaian switching ini, umumnya RL didisain sedemikian rupa sehingga RL mempunyai tahanan yang kecil.

Dioda Semikonduktor.
Dioda  semikonduktor  dibentuk  dengan  cara  menyambungkan semi-konduktor tipe p dan semikonduktor tipe n. Pada saat terjadinya sambungan (junction) p dan n, hole-hole pada bahan p  dan  elektron-elektron  pada  bahan  n  disekitar  sambungan cenderung  untuk  berkombinasi. Hole  dan  elektron  yang berkombinasi  ini  saling  meniadakan,  sehingga  pada  daerah sekitar  sambungan  ini  kosong  dari  pembawa  muatan  dan terbentuk daerah pengosongan (depletion region).


Oleh  karena  itu  pada  sisi  p  tinggal  ion-ion  akseptor  yang bermuatan negatip dan pada sisi n tinggal ion-ion donor yang bermuatan positip.   Namun proses ini tidak berlangsung terus, karena  potensial  dari  ion-ion  positip  dan  negatip  ini  akan mengahalanginya.   Tegangan  atau  potensial  ekivalen  pada daerah pengosongan ini disebut dengan tegangan penghalang (barrier potential). Besarnya tegangan penghalang ini adalah 0.2 untuk germanium dan 0.6 untuk silikon.   Lihat Gambar 17.
Suatu dioda bisa diberi bias mundur (reverse bias) atau diberi bias maju (forward bias) untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan.  Bias  mundur  adalah  pemberian  tegangan  negatip baterai ke terminal anoda (A) dan tegangan positip ke terminal katoda (K) dari suatu dioda.   Dengan kata lain, tegangan anoda katoda VA-K adalah negatip (VA-K < 0). Apabila tegangan positip baterai dihubungkan ke terminal Anoda (A) dan negatipnya ke terminal  katoda (K),  maka  dioda  disebut  mendapatkan  bias maju (foward bias). Lihat pada gambar berikut.

Kurva Karakteristik Dioda
Hubungan antara besarnya arus  yang mengalir  melalui dioda dengan tegangan VA-K  dapat dilihat pada  kurva karakteristik dioda (Gambar 20).
Gambar 20  menunjukan  dua  macam  kurva,  yakni  dioda germanium (Ge) dan dioda silikon (Si).   Pada saat dioda diberi bias  maju,  yakni  bila  VA-K  positip,  maka  arus  ID  akan  naik dengan  cepat  setelah  VA-K  mencapai  tegangan  cut-in (V). Tegangan cut-in (V) ini kira-kira sebesar 0.2 Volt untuk dioda germanium  dan            0.6  Volt  untuk  dioda  silikon. Dengan pemberian  tegangan  baterai  sebesar  ini,  maka  potensial penghalang (barrier   potential)   pada   persambungan   akan teratasi, sehingga arus dioda mulai mengalir dengan cepat.

Bagian kiri bawah dari grafik pada Gambar 19 merupakan kurva karakteristik dioda saat mendapatkan bias mundur.   Disini juga terdapat dua kurva, yaitu untuk dioda germanium dan silikon. Besarnya  arus  jenuh  mundur (reverse  saturation  current) Is untuk dioda germanium adalah dalam orde mikro amper dalam contoh  ini adalah 1 μA.  Sedangkan  untuk  dioda  silikon  Is adalah dalam orde nano amper dalam hal ini adalah 10 nA.
Apabila  tegangan  VA-K  yang  berpolaritas  negatip  tersebut dinaikkan  terus,  maka  suatu  saat  akan  mencapai  tegangan patah (break-down) dimana arus Is akan naik dengan tiba-tiba. Pada  saat  mencapai  tegangan  break-down  ini,  pembawa minoritas  dipercepat hingga  mencapai  kecepatan  yang  cukup tinggi   untuk   mengeluarkan elektron  valensi   dari   atom. Kemudian  elektron  ini  juga  dipercepat  untuk  membebaskan yang  lainnya  sehingga  arusnya  semakin  besar. Pada  dioda biasa  pencapaian  tegangan  break-down  ini  selalu  dihindari karena dioda bisa rusak.
Hubungan arus dioda (ID) dengan tegangan dioda (VD) dapat dinyatakan  dalam persamaan matematis  yang  dikembangkan oleh W. Shockley, yaitu:
dimana:
ID = arus dioda (amper)
Is = arus jenuh mundur (amper)
e  = bilangan natural, 2.71828...
VD = beda tegangan pada dioda (volt)
n  = konstanta, 1 untuk Ge; dan 2 untuk Si
VT = tegangan ekivalen temperatur (volt)
Harga  Is  suatu  dioda  dipengaruhi  oleh  temperatur,  tingkat doping dan geometri dioda. Dan konstanta n tergantung pada sifat konstruksi dan parameter fisik dioda.   Sedangkan harga VT ditentukan dengan persamaan:
VT = k.T / q
dimana:
k       = konstanta Boltzmann, 1.381 x 10-23 J/K
           (J/K artinya joule per derajat kelvin)
T       = temperatur mutlak (kelvin)
q       = muatan sebuah elektron, 1.602 x 10-19 C

Sebagaimana  telah  disebutkan  bahwa  arus  jenuh  mundur,  Is, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: doping, persambungan, dan temperatur.   Namun karena dalam pemakaian suatu komponen dioda, faktor  doping  dan persambungan adalah  tetap,  maka  yang  perlu mendapat perhatian serius adalah pengaruh temperatur.

0 komentar:

Posting Komentar